Sabtu, 07 November 2015

Dead Poets Society (1989

Dead Poets Society (1989)




Genre              : Drama
Imdb Rating    : 8.0
My Rating       : 8.6
Directors         : Peter Weir
Stars                :

“Carpe diem, seize the day. Gather ye rosebuds while ye may” ~ John Keating

Pendidikan adalah pilar yang sangat sentral guna membangun peradaban yang maju. Pintu untuk membuka masa depan yang baik. Pendidikan pula yang diangkat menjadi tema film “Dead Poets Society”. Tema yang umum tapi tak membuat jalan cerita pada film ini tampak terlihat pasaran. Justru jalan cerita pada film ini sangat lah unik, dimana garis besar yang ingin disampaikan oleh film ini adalah perlawanan untuk meraih kebebasan berfikir. Kebebasan berfikir adalah hak dasar bagi setiap manusia. Baik itu kaya atau misikin, tua atau muda, pria atau wanita. Mereka semua mempunyai hak untuk berfikir bebas.
Hal itulah yang ingin diajarkan oleh film ini melalui tokoh utamanya, John Keating (Robbin Williams). Keating adalah seorang guru Bahasa Inggris di sekolah bonafit, Welton Academy. Freethingker menjadi kata yang ingin ia tanamkan kepada setiap murid-murid yang diajarnya. Welton Academy merupakan sekolah terbaik, yang sudah sangat sukses mengantarkan lulusannya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi terbaik. Dan mempunyai motto yang sering disampaikan oleh kepala sekolahnya, “Tradition. Honor. Discipline. Excellence”. 4 hal tersebut adalah pilar bagaimana Welton Academy mendidik murid-muridnya.
Sementara metode yang digunakan oleh Keating untuk menjadikan murid-muridnya sebagai Freethinker sedikit berlawanan dengan pilar-pilar sekolah tersebut. Metode yang ia gunakan keluar dari tradisi-tradisi yang sekolah itu miliki. Tradisi yang cenderung orthodox atau kaku. Tetapi metode yang digunakan oleh Keating sudah terlanjur disukai oleh muridnya. Walaupun pelajaran Bahasa Inggris merupakan pelajaran yang kurang populer di sekolah yang mayoritas muridnya diproyeksikan untuk menjadi dokter ataupun ilmuwan. Namun ditangan Keating, subjek pelajaran tersebut menjadi mengasyikan. Bahasa Inggris dengan sastra dan puisinya menjadi sebuah mata pelajaran yang digemari oleh muridnya, diantaranya adalah 7 sekawan, Neil Perry (Robert Sean Leonard), Todd Anderson (Ethan Hawke), Knox Overstreet (Josh Charles), Charlie Dalton (Gale Hansen), Richard Cammeron (Dylan Kussman), Steven Meeks (Allelon Ruggiero), dan Gerrard Pitts (James Waterston). Bukan hanya pelajaran sastra dan puisi yang mengandung keindahan, romansa, dan cinta, mereka pun sangat mengagumi Keating juga. Bahkan mereka pun menelusuri masa lalu Keating yang juga lulusan Welton Academy. Pada waktu ia masih bersekolah, ia membuat “Dead Poets Society” sebuah perkumpulan siswa yang mengagungkan keindahan, romansa, dan cinta. Karena hal itulah, 7 kawanan itu terinspirasi mengikuti jejak Keating dan menghidupkan “Dead Poets Society” kembali.
Film “Dead Poets Society” sendiri, membawa kita untuk melihat bagaimana puisi dengan keindahan, romansa, serta cinta, menjadi sebuah alat untuk membangkitkan kebebasan befikir dari kekangan sistem orthodox yang turun temurun dibawah oleh para orang tua. Tidak lupa pesan mengenai cara mendidik anak adalah melihat anak menjadi sebuah subjek, bukan objek yang dengan seenaknya para orang tua memperlakukannya tanpa mengetahui apa yang anak butuhkan.
Hubungan antara anak dan orang tua pun tidak lah satu arah. Anggap mereka sebagai manusia yang mempunyai pikiran bukan sebagai alat untuk memuaskan para orang tua. Jangan menjadi orang tua-orang tua seperti tokoh antagonis pada film ini, yang otoriter dan memaksakan khendak. Jadi lah orang tua seperti Keating, tidak hanya sebagai guru, tetapi juga menjadi teladan, inspirator serta motivator.
Menyaksikan film ini, seperti saya berada dalam sebuah ruangan kelas, dimana banyak sekali pelajaran-pelajaran penting di dalamnya. Tidak hanya bagaimana mengajarkan cara mendidik anak, tetapi juga cara untuk menjalankan hidup di kehidupan kita. Dengan performance dari setiap tokohnya, menjadikan pelajaran ini sangat indah untuk dinikmati. Robbin Williams sangat menakjubkan. Dia benar-benar menjadi seorang guru teladan yang sangat menginspirasi. Karakter guru yang sempurna, dimana humor adalah senjata dia untuk dapat dekat dengan muridnya.  Selain itu 7 kawanan murid pun luar biasa dalam menjalankan peranya. Karakter yang kaya dan berbeda-beda dari 7 kawanan murid itu menjadi sebuah harta yang membuat film ini menjadi mewah. Ada karakter pemalu, pemberontak, kutu buku, karakter pencari cinta, dan tentunya pertemanan yang kuat menjadi khazanah karakter yang dimiliki oleh film ini.

Dengan kesempurnaan film ini dan nilai-nilai yang inspiratif, tak lantas membuat film ini berjaya di kompetisi Oskar tahun 1990. Pada tahun tersebut, memang menjadi tahun yang melahirkan karya yang luar biasa. Antara lain Born on the 4th of July, Driving Miss Daisy, My Left Foot, Field of Dreams. Selain itu kecemrlangan akting Robbin Williams pun tidak dapat membawa dia memenangkan Oskar. Dia harus kalah saing dengan Daniel Day-Lewis, salah satu maestro di dunia seni peran. Namun tetap saja film ini menjadi film yang akan terus berkesan dan menjadi sebuah karya yang mengandung pelajaran. Dan karena itu, sangat disayangkan sekali jika tidak menyaksikan film ini.

1 komentar: