Dead Poets Society
(1989)
Genre : Drama
Imdb Rating : 8.0
My Rating : 8.6
Directors : Peter Weir
Stars :
“Carpe diem, seize
the day. Gather ye rosebuds while ye may” ~ John Keating
Pendidikan
adalah pilar yang sangat sentral guna membangun peradaban yang maju. Pintu
untuk membuka masa depan yang baik. Pendidikan pula yang diangkat menjadi tema
film “Dead Poets Society”. Tema yang umum tapi tak membuat jalan cerita pada
film ini tampak terlihat pasaran. Justru jalan cerita pada film ini sangat lah
unik, dimana garis besar yang ingin disampaikan oleh film ini adalah perlawanan
untuk meraih kebebasan berfikir. Kebebasan berfikir adalah hak dasar bagi
setiap manusia. Baik itu kaya atau misikin, tua atau muda, pria atau wanita.
Mereka semua mempunyai hak untuk berfikir bebas.
Hal itulah
yang ingin diajarkan oleh film ini melalui tokoh utamanya, John Keating (Robbin
Williams). Keating adalah seorang guru Bahasa Inggris di sekolah bonafit, Welton
Academy. Freethingker menjadi kata
yang ingin ia tanamkan kepada setiap murid-murid yang diajarnya. Welton Academy
merupakan sekolah terbaik, yang sudah sangat sukses mengantarkan lulusannya
untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi terbaik. Dan mempunyai motto
yang sering disampaikan oleh kepala sekolahnya, “Tradition. Honor. Discipline. Excellence”. 4 hal tersebut adalah
pilar bagaimana Welton Academy mendidik murid-muridnya.
Sementara
metode yang digunakan oleh Keating untuk menjadikan murid-muridnya sebagai Freethinker sedikit berlawanan dengan
pilar-pilar sekolah tersebut. Metode yang ia gunakan keluar dari
tradisi-tradisi yang sekolah itu miliki. Tradisi yang cenderung orthodox atau kaku. Tetapi metode yang
digunakan oleh Keating sudah terlanjur disukai oleh muridnya. Walaupun
pelajaran Bahasa Inggris merupakan pelajaran yang kurang populer di sekolah
yang mayoritas muridnya diproyeksikan untuk menjadi dokter ataupun ilmuwan.
Namun ditangan Keating, subjek pelajaran tersebut menjadi mengasyikan. Bahasa
Inggris dengan sastra dan puisinya menjadi sebuah mata pelajaran yang digemari
oleh muridnya, diantaranya adalah 7 sekawan, Neil Perry (Robert Sean Leonard),
Todd Anderson (Ethan Hawke), Knox Overstreet (Josh Charles), Charlie Dalton
(Gale Hansen), Richard Cammeron (Dylan Kussman), Steven Meeks (Allelon Ruggiero), dan Gerrard Pitts (James Waterston).
Bukan hanya pelajaran sastra dan puisi yang mengandung keindahan, romansa, dan
cinta, mereka pun sangat mengagumi Keating juga. Bahkan mereka pun menelusuri
masa lalu Keating yang juga lulusan Welton Academy. Pada waktu ia masih
bersekolah, ia membuat “Dead Poets Society” sebuah perkumpulan siswa yang
mengagungkan keindahan, romansa, dan cinta. Karena hal itulah, 7 kawanan itu
terinspirasi mengikuti jejak Keating dan menghidupkan “Dead Poets Society”
kembali.
Film “Dead Poets Society” sendiri, membawa kita untuk melihat bagaimana
puisi dengan keindahan, romansa, serta cinta, menjadi sebuah alat untuk
membangkitkan kebebasan befikir dari kekangan sistem orthodox yang turun temurun dibawah oleh para orang tua. Tidak lupa
pesan mengenai cara mendidik anak adalah melihat anak menjadi sebuah subjek,
bukan objek yang dengan seenaknya para orang tua memperlakukannya tanpa
mengetahui apa yang anak butuhkan.
Hubungan antara anak dan orang tua pun tidak lah satu arah. Anggap mereka
sebagai manusia yang mempunyai pikiran bukan sebagai alat untuk memuaskan para
orang tua. Jangan menjadi orang tua-orang tua seperti tokoh antagonis pada film
ini, yang otoriter dan memaksakan khendak. Jadi lah orang tua seperti Keating,
tidak hanya sebagai guru, tetapi juga menjadi teladan, inspirator serta
motivator.
Menyaksikan film ini, seperti saya berada dalam sebuah ruangan kelas,
dimana banyak sekali pelajaran-pelajaran penting di dalamnya. Tidak hanya
bagaimana mengajarkan cara mendidik anak, tetapi juga cara untuk menjalankan
hidup di kehidupan kita. Dengan performance
dari setiap tokohnya, menjadikan pelajaran ini sangat indah untuk
dinikmati. Robbin Williams sangat menakjubkan. Dia benar-benar menjadi seorang
guru teladan yang sangat menginspirasi. Karakter guru yang sempurna, dimana
humor adalah senjata dia untuk dapat dekat dengan muridnya. Selain itu 7 kawanan murid pun luar biasa
dalam menjalankan peranya. Karakter yang kaya dan berbeda-beda dari 7 kawanan
murid itu menjadi sebuah harta yang membuat film ini menjadi mewah. Ada
karakter pemalu, pemberontak, kutu buku, karakter pencari cinta, dan tentunya
pertemanan yang kuat menjadi khazanah karakter yang dimiliki oleh film ini.
Dengan kesempurnaan film ini dan nilai-nilai yang inspiratif, tak lantas
membuat film ini berjaya di kompetisi Oskar tahun 1990. Pada tahun tersebut,
memang menjadi tahun yang melahirkan karya yang luar biasa. Antara lain Born on the 4th of July, Driving Miss Daisy,
My Left Foot, Field of Dreams. Selain itu kecemrlangan akting Robbin
Williams pun tidak dapat membawa dia memenangkan Oskar. Dia harus kalah saing
dengan Daniel Day-Lewis, salah satu maestro di dunia seni peran. Namun tetap
saja film ini menjadi film yang akan terus berkesan dan menjadi sebuah karya
yang mengandung pelajaran. Dan karena itu, sangat disayangkan sekali jika tidak
menyaksikan film ini.
suka baca review2nya kak
BalasHapussingkatan seo