Sayangku,
ketiadapedulianku menyakitimu
Maaf, maaf aku tak bisa
melawan
Melihat luka yang
menganga, mendengar jeritan yang memengangkan telinga
Aku hanya diam, aku hanya
berpura buta dan bisu
Sayangku, yang selalu menyayangiku
Yang selalu menjagaku, saat penyakit kronis menjamahi sekujur tubuhmu
Kau tetap selalu setia membelai lembut kepalaku
Betapa besarnya kau, berbaring meberiku nafas segar, menyejukanku
Sayangku, yang selalu menyayangiku
Yang selalu menjagaku, saat penyakit kronis menjamahi sekujur tubuhmu
Kau tetap selalu setia membelai lembut kepalaku
Betapa besarnya kau, berbaring meberiku nafas segar, menyejukanku
Aku membatu,
Tak seperti batu tebing
kokohmu yang menyanggahmu
Yang membantumu
menyiapkanku perlengkapan belajar di sekolah kehidupan
Dan mebantumu berdiri
untuk tetap mengawasi apa yang aku lakukan seperti ayahku yang mengawasiku saat
aku belajar menaiki sepeda roda dua ku
Kini di lembah putih cintamu, Lembah dingin Surya Kencana
Bersama ribuan Edelweis, miliyaran bintang,
bulan yang berbentuk senyuman, angin, hutan gelap, dan dinding bukit pengawalmu
Selalu masih kau mengajariku, seperti ibuku yang mengajariku meminum susu dengan gelas
Kini di lembah putih cintamu, Lembah dingin Surya Kencana
Bersama ribuan Edelweis, miliyaran bintang,
bulan yang berbentuk senyuman, angin, hutan gelap, dan dinding bukit pengawalmu
Selalu masih kau mengajariku, seperti ibuku yang mengajariku meminum susu dengan gelas
Cinta yang ada di hati
kita sama, aku yakin itu
Yang berbeda hanya cinta
yang saling kita tunjukan
Semoga kau tetap hidup dengan
cinta yang sebesar dirimu dan terus menghidupi mimpiku
Sekali lagi maaf, aku
hanya bisa meminta
Tidak sepertimu, memberi
walau tanpa ucapan terimakasih, bahkan malah disakiti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar