Lama tak
terdengar sunyi
Lama tak
terlihat diam
Lama pula tak
terasa dingin
Mereka terlalu
lama terpasung bola-bola asap hitam
Ditengah
harapan mereka menangis, kecewa, menderita
Aku
adalah setampuk tanah harapan
Kamu
adalah setampuk tanah harapan
Kita
adalah setampuk tanah harapan yan hanya diam
Berpandang
jauh kedepan, berjalan lurus mengejar ego
Tanpa
melirik ke kanan kiri
Tanpa
menyapa panas, tanpa menegur kebisingan
Dan
sama sekali tidak menanyakan kabar pada penderitaan
Setampuk
tanah harapan menutup mulut denan tangan sembari terawa dalam dekapan
Menutup
mata tertidur diselimuti keganjilan-keganjilan yang menjadi genap dengan panas
yang mendidih ubun ubun
Menutup
hidung sambil makan steak steak mahal ditengah bangkai bangkai tubuh terpangang
air mata
Dan
memborgol tangan kaki dengan gelang permata dengan tangan keriput peminta minta
Mereka
yang manancapkan pohon-pohon di paru-paruku
Mereka
yang melukis disenyumku
Mewarnai
bayang bayang di kepalaku
Dan
menanam selang oksien disetiap pori-poriku
Demi
melidungiku dari marah matahari
Demi
meninabobokan ku dari panasnya
Demi
membelaku dari murka bumi
Demi
menegakan badanku untuk berjalan kesekolah
Setampuk
tanah harapan menjadi kosong akan harapan
Aku
adalah setampuk tanah harapan
Kamu
adalah setampuk tanah harapan
Kita
setampuk tanah harapan yang membakar harapan harapan
Membuat
gaduh kesunyian
Membuat
panas rasa dingin
Sunyi
hilang kebisingan datang hingga tak menyisakan sejengkal pun kesuyian
Dingin
lenyap hingga panas mendekat menempel erat disetiap partikel melayang layang
diudara
Setampuk
tanah harapan yang gersang berceloteh tentang kesuburan yang menjadi gersang
Berceloteh
terus menerus membasahi tanah gersang dengan ludah ludah penuh minyak sisa ayam
goreng yang baru saja dimakan
Tak
memberi kesuburan
Berfikir,
berceloteh, lalu berjalan mengejar ego, lalu membasahi gersang
Geulis
Manglayang yang menjadi kurus tak putus-putus merintih dan menjerit
Terlilit
kabel-kabel listrik
Kabel
internet yang dipakai menonton video-video porno untuk beronani
Memuaskan
diri diapit dua bukit berpenyakit
Geulis
tidak lagi segeulis wanita cantik
Seperti
didalam film porno yang sering ditonton
Manglayang
tak lagi dapat melayang terlilit kabel membelit
Menjerit
terjepit bangunan pemberi harapan
Terbaring
sakit,
Oksigen
dipakai beronani diantrara dua bukit berpenyakit
Tak
menyisakan sedikit pada penyakit yang menjerit
Dua
bukit berpenyakit berharap meminta harapan yang mati
Dari
setampuk tanah harapan yang terisi otak yang berceloteh dan berjalan menejar
ego
Harapan.
Sunyi
dan sepi
Dingin
dan hening
Berdiri
dan berlari
Peduli
dan empati
Hilang
dan lenyap
Terkubur
damai, rata tanpa ego, bersahabat kosong