Minggu, 17 Juni 2012

Malangnya Gunungku




Longsor,sampah,mobil yang mendaki gunung,pohon tumbang,gundul,warung di ketinggian 2000an mdpl,tukang uduk di puncak gunung,gelembung busa di mata air,coretan pada batu cadas,ukiran tangan di pohon besar yang kesakitan,bahasa kasar yang terdengar oleh telinga gunungku menggantikan kicauan burung yang merdu,serta mahkluk angkuh yang berjalan dengan kedua kakinya menakuti fauna-fauna indah dan flora-flora gunungku. Itulah gambaran ku mengenai nasib malang yang di derita oleh gunung-gunung di Indonesia saat ini.
Sempat berfikir andai tak ada mahkluk angkuh yang berjalan dengan kedua kakinya itu yang pernah menjajaki lekukan-lekukan gunung ku, maka aku pastikan tak akan menangis gunung-gunung ku. Tak akan menjerit gunung ku. Sebab mereka bukan menghibur gunung-gunungku, mereka hanya menghibur diri sendiri, serta membawa awan kelabu peradaban untuk membekap keindahan sang besar. Menjadikan sang besar sebagai medan pertempuran antar prajurit penjaga keindahan dengan pasukan jahat pembawa wabah sindrom “Rusakisalamis sp”  yang menular pada siapa saja. Wabah itu yang sedang menjadi kejadian luar biasa di negeri kita ini. Tapi entah buta atau tuli, kita tak menyadari itu, kita serasa menikmati oleh penyakit yang kita derita. Padahal penyakit itu sudah memberikan dampak yang sangat mengerikan, yang telah menelan korban lebih banyak dari pada penyakit Sars, Flu burung, Flu babi, Aids, dan penyakit modern lainnya.
Apakah kita tuli hingga tak dapat mendengar tangisan dari gunung-gunung itu?. Apakah kita buta hingga tak melihat wajah sang besar yang sedang menahan sakit dari penyakit yang kita bawa?. Aku masih tak tahu tentang arti dari “PA”,apakah pencinta alam atau perusak alam?. Karena banyak sekali penjajak lekukan gunung yang mendaki gunung dengan membawa bendera “PA”,tapi tak mencerminkan seorang yang mencintai alam. Banyak terlahir organisasi-organisasi yang bertemakan tentang kepencintaan alaman. Tapi yang menjadi tanda tanya besar, kenapa semakin banyak terlahir para pencinta alam, semakin banyak pula kerusakan yang timbul. Apakah mereka sadar telah meninggalakan penyakit peradaban pada paru-paru sang besar?.  Penyakit yang diderita sang besar adalah penyakit yang akan memberi dampak buruk bagi kita juga. Entah kenapa kita masih saja tidak menyadari itu. Apakah “PA” terlahir hanya untuk menikmati lekukan indah sang besar saja tanpa harus merawat tubuh itu dari segala macam kotoran yang menempel?.
Kalau memang tugas dari “PA” untuk menjaga keindahan setiap jengakal tubuh sang besar, tapi kenapa banyak sekali noda-noda hitam yang menempel pada tubuhnya?. Tanda tanya besar pula yang menggelantung pada kepala sang besar. Dia pasti bingung kepada orang yang telah mendeklarasikan diri sebagai pasukan penjaga keindahan alam, tapi orang itu pula yang menjadi pasukan pembawa awan kelabu.
Seharusnya mereka lah yang menaburkan bintang-bintang dan bulan di atas kepala sang besar, bukan asap hitam hasil peradaban. Seharusnya mereka tidak hanya memuaskan diri sendiri atas keindahan tubuh sang besar, mereka harus pula memuaskan sang besar dengan perawatan ala salon-salon yang memuaskan tubuh artis ibu kota. Seharusnya mereka yang mengajarkan anak cucu adam untuk berdamai dengan alam. Toh hasilnya pun yang menikmati adalah kita-kita juga.
Itulah harusnya seorang “PA” terlahir, yang tak terlihat di zaman ini. Orang yang menjadi pasukan pengawal keindahan sang alam. Yang menjadi tugas manusia. Karena “PA” adalah kita semua yang menjaga keindahan alam, bukan hanya orang yang berselimut bendera organisasi kepecintaan alaman. Untuk itu seharusnya setiap manusia harus kita ajak untuk mendeklarasikan diri untuk menjadi pasukan pengawal keindahan alam. Karena alam adalah kehidupan kita.

Guruku


Penjaga terang membuka matanya
Menebarkan senyum pada butir-butir air di dedaunan
Mencipratkan wajahku dengan cahaya silaunya
Membebaskan burung-burung dari penjara gelap
Dan menghangatkan tanah merah yang basah

                        Penjaga terang adalah guru
                        Alam semesta adalah kelas
                        Dan aku adalah murid malas yang tak tau apa-apa
                        Aku adalah sebuah pohon kering
                        Dahanku tak bisa lagi menusuk langit
           
Penjaga terang mengajariku tetap berdiri
Tetap menghujamkan akarku pada tanah
 Selalu mengawasiku walau ketidakberadaan terang
Kirimkan matanya pada kegelapan
Mata langit yang terlahir dari cahayanya
                       
                        Penjaga terang memberi tau ku tentang warna
                        Warna ku yang cokelat keabuabuan
                        Warna langit yang biru
                        Warna tanah yang merah
                        Dan warna malam yang hitam

Penjaga terang menjadikan ku sebuah pohon kering
Agar aku mensyukuri pemberian tanah
Agar aku tak terlalu berambisi menyentuhmu
Ambisi yang membuatku angkuh dan lupa
Kepada Zat yang menciptakanmu

                      Penjaga terang mengingatkanku kepada seekor burung
                      Yang menjatuhkan sebutir biji ke tanah
                     Berharap agar aku menjadi pohon raksasa
                     Sekarang akulah biji itu yang telah tumbuh
                    Maafkan aku yang hanya menjadi pohon kering
                     Dan tak dapat dia singgahi

Penjaga terang menyuruhku hidup bermanfaat
Tanyaku”manfaat apa yang bisa diberikan dari sebuah pohon kering?”
Apakah aku bisa menahan erosi?
Apakah aku bisa melindungi sang tupai dari derasnya hujan?
Atau haruskah ku membakar diri
Tuk mengahangatkan kelas alam yang dingin

                        Yah, Aku tak perlu mati terkenal
                        Aku tak perlu mati terkenang
                        Aku  ingin matiku  bermanfaat
                       Ku pikir hidupku tak lagi bermanfaat

Penjaga terang memarahiku
Hidupku masih bermanfaat
Ya,aku masih bisa memberikan semangat hidup kepada alam
Semangat pantang menyerah yang tak terbatas
Dan masih bisa bersujud kepada penciptamu
Tujuan utama aku ada

                        Penjaga terang memberi pelajaran lewat cuaca
                        Aku akan mencoba memberi perlindungan di kala hujan
                        Aku akan mencoba meneduhkan dikala kemarau
                        Aku akan terus berharap adanya musim semi
                        Karena hidup diawali dengan harapan

Di tengah sikutan pohon-pohon tinggi
Aku akan terus berdiri
Karena aku sebuah pohon kering
Tak akan ku hentikan akarku
Tak akan ku hentikan semangatku

                        Dan aku akan terus bermanfaat
                        Sampai ku kembali kepada rumah singgahanku
                        Rumah kesunyian,rumah ketakutan,rumah kegelapan
                        Rumah para cacing-cacing tanah
                        Yang siap memakan jasad-jasad tanah.

Pagi


Dalam Kelembutan Pagi,
Aku Merasakan Semangat Berapi-Api
Dalam Kelembutan Pagi,
Guru Pertama Yang Mengajarkan Warna
Dalam Kelembutan Pagi,
Aku Melihat Cahaya Merah Yang Menerangi Kegelapan
Dalam Kelembutan Pagi,
Aku Mendengar Kembali Keceriaan Yang Sempat Terlelap
Dalam Kelembutan Pagi,
Aku Mencium Kesejukan Yang Menyegarkan
Dalam Kelembutan Pagi,
Aku Dapat Berfikir Jernih Sejernih embun pagi
Dalam Kelembutan Pagi,
Aku Mengetahui Hangatnya Persahabatan Mentari Dengan Bulan,Toleransi Persahabatan
Dalam Kelembutan Pagi,
Membuka Mataku Dari Dekapan Gelap Yang Pekat
Dalam Kelembutan Pagi,
Membangunkanku Dari Dalam Selimut Dingin Yang Membekukan
Dalam Kelembutan Pagi,
Tempat Aku Mengawali Hari Kembali Dengan Senyuman
Dalam Kelembutan Pagi,
Sumber Inspirasi Baik Ku
Dalam Kelembutan Pagi,
Membuatku Semakin Cinta Dengan Pagi

ORANG GILA


Aku benci sendiri
Orang gila pun terlihat selalu sendiri
Dia tak pernah mencoba untuk bunuh diri
Kesendirian tidak membuatnya mati
Sebenarnya dia tidak sendiri
Dia selalu ditemani mimpi
Yang membuatnya nyaman tak mau pergi
Nyaman tak ingin mati
Mimpi menghindarkan dia dari mati
Mimpi menghindarkan dia dari sepi
Mimpi menghindarkan dia dari sakit
Kenyataanlah yang membuat dia sakit
Kenyataanlah yang membuat dia sepi
Kenyataanlah yang membuat dia mati
Mimpi tak pernah menyakiti
Mimpi menemani sendiri
Sendiri tak selalu sepi