Trotoar , bukan hanya tempat bagi pejalan kaki saja yang
saat ini pejalan kaki menjadi semakin langka, mungkin karena pemerintah kita
ingin rakyatnya melakukan pergerakan atau moving dengan memakai bahan bakar
fosil, yang sudah terbukti merusak langit bumi. Mau pindah ketempat yang dekat
saja harus menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil, apa belum sadar kalau
bahan bakar fosil sudah semakin menipis, kalau begini terus sempat dalam pikiran dan hati saya untuk
memohon bahan bakar fosil tersebut agar
cepat cepat hilang dari bumi saya saja,, karena langit bumi saya menjadi hitam,
dan udara yang saya hirup tidak sebersih dahulu menyakiti kepala dan dada saya,
tapi apakah kamu dan saya sudah siap untuk menghadapinya, ketika bahan bakar
fosil hilang? Yang pasti saya sudah tidak kuat lagi menghirup udara hitam
memasuki paru paru saya.
Mungkin
juga karena bahan bakar fosil tersebut mambuat
trotoar tidak pernah dipedulikan lagi oleh pemerintah. Trotoar menjadi
tidak terawat, banyak sampah, berlubang dan sangat jelek. Sehingga itupun
menambah faktor-faktor yang membuat pejalan kaki hampir menuju kepunahan.
Ditambah jika masih ada manusia yang mamaksa diri untuk berjalan di trotoar
jalan, itu sama saja dengan dia mencoba untuk
bunuh diri, karena udara yang manusia hirup ketika berjalan di trotoar
telah banyak mengandung racun, yang membuat umat manusia menjadi punah. Yang
bahayanya lebih kurang sama dengan menenggak satu gelas obat anti nyamuk.
Saat
ini memang trotoar bukan milik para pejalan kaki saja, kadang kala saya melihat
para pengguna sepeda motor pun ingin merasakan nyamannya trotoar, dan para
pedagang kaki lima yang bergantung kepada trotoar untuk menfkahi keluarganya.
Tapi kadang pula saya menemukan orang orang yang sedang merenung di sana. Trotoar menjadi
tempat perenungan bagi orang orang marjinal, orang orang yang sama seperti
trotoar itu sendiri, bagian yang terpinggirkan dari rasa kepedulian. Mereka
yang merenung di sana terlihat berwajah murung, tampak frutasi mengrogoti wajah
cerianya. Mereka merenung sambil
menunggu kendaraan harapan tiba menjemput mereka sebelum malaikat pencabut
nyawa yang datang menghampiri. Mereka yang menunggu kendaraan harapan sangat
berharap untuk menuju masa depan yang lebih baik menjadi kenyataan,
bukan cuma sekedar utopia. Bukan hanya sekedar khayalan.
Trotoar menjadi tempat perenungan kaum marginal
Trotoar sebagai tempat mencari nafkah
Trotoar sebagai bagian yang disingkirkan
Trotoar yang dijajah oleh kendaraan berbahan bakar fosil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar