Sabtu, 25 Februari 2012

Trotoar


               Trotoar , bukan hanya tempat bagi pejalan kaki saja yang saat ini pejalan kaki menjadi semakin langka, mungkin karena pemerintah kita ingin rakyatnya melakukan pergerakan atau moving dengan memakai bahan bakar fosil, yang sudah terbukti merusak langit bumi. Mau pindah ketempat yang dekat saja harus menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil, apa belum sadar kalau bahan bakar fosil sudah semakin menipis, kalau begini terus  sempat dalam pikiran dan hati saya untuk memohon bahan bakar fosil tersebut  agar cepat cepat hilang dari bumi saya saja,, karena langit bumi saya menjadi hitam, dan udara yang saya hirup tidak sebersih dahulu menyakiti kepala dan dada saya, tapi apakah kamu dan saya sudah siap untuk menghadapinya, ketika bahan bakar fosil hilang? Yang pasti saya sudah tidak kuat lagi menghirup udara hitam memasuki paru paru saya.
                Mungkin juga karena bahan bakar fosil tersebut mambuat  trotoar tidak pernah dipedulikan lagi oleh pemerintah. Trotoar menjadi tidak terawat, banyak sampah, berlubang dan sangat jelek. Sehingga itupun menambah faktor-faktor yang membuat pejalan kaki hampir menuju kepunahan. Ditambah jika masih ada manusia yang mamaksa diri untuk berjalan di trotoar jalan, itu sama saja dengan dia mencoba untuk  bunuh diri, karena udara yang manusia hirup ketika berjalan di trotoar telah banyak mengandung racun, yang membuat umat manusia menjadi punah. Yang bahayanya lebih kurang sama dengan menenggak satu gelas  obat anti nyamuk.
                Saat ini memang trotoar bukan milik para pejalan kaki saja, kadang kala saya melihat para pengguna sepeda motor pun ingin merasakan nyamannya trotoar, dan para pedagang kaki lima yang bergantung kepada trotoar untuk menfkahi keluarganya. Tapi kadang pula saya menemukan orang orang yang sedang merenung di sana. Trotoar menjadi tempat perenungan bagi orang orang marjinal, orang orang yang sama seperti trotoar itu sendiri, bagian yang terpinggirkan dari rasa kepedulian. Mereka yang merenung di sana terlihat berwajah murung, tampak frutasi mengrogoti wajah cerianya. Mereka  merenung sambil menunggu kendaraan harapan tiba menjemput mereka sebelum malaikat pencabut nyawa yang datang menghampiri. Mereka yang menunggu kendaraan harapan sangat berharap untuk menuju masa depan yang lebih baik menjadi kenyataan, bukan cuma sekedar utopia. Bukan hanya sekedar khayalan.

 Trotoar menjadi tempat perenungan kaum marginal








Trotoar sebagai tempat mencari nafkah








 
 Trotoar sebagai bagian yang disingkirkan








Trotoar yang dijajah oleh kendaraan berbahan bakar fosil